Pak Sanim, Si Tukang Becak Yang Menjadi Jutawan
Hai P.I Lovers Selamat membaca, Salam Sukses !
Tidak ada yang ingin terlahir menjadi miskin. Namun banyak
juga orang yang dulunya miskin namun mampu mengubah nasib hingga menjadi
jutawan. Kisah Pak Samin si Tukang Becak misalnya. Pria yang dulunya adalah
seorang tukang becak ini sekarang menjadi jutawan. Bagaimana kisahnya? Yuk
simak kiat bagaimana pak samin mengubah nasibnya berikut ini :
Bertahun-tahun lamanya Sanim menggantungkan
nasib pada sebuah becak yang dimilikinya. Kini nasibnya berubah, ia menjadi
jutawan dengan dua pabrik, tiga rumah, 10 mobil, dan dua kali haji dari
usahanya itu.
Sanim (60) merupakan seorang pengusaha asal Desa
Rawa Urip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia menjadi salah
satu contoh warga yang berhasil keluar dari garis kemiskinan.
Dua usaha yang ia jalani saat ini ialah pabrik
pembuatan garam dan pupuk organik. Namun, nama Sanim lebih dikenal sebagai
pengusaha garam ketimbang pengusaha pupuk organik.
Sekarang Sanim punya 10 mobil, tiga di antaranya
mobil pribadi tipe Daihatsu Taruna, Honda Jazz, dan mobil pertama ketika dia
beli tahun 1997, yaitu Daihatsu Espass, bangga sekali saya saat itu. Sisanya
mobil angkut produksi, seperti Fuso.
Adapun beberapa jenis garam yang diproduksi,
ialah jenis garam grosok (garam non-yodium masih berbentuk butiran besar dan
kasar, biasanya dipakai untuk budidaya dan pengawetan ikan), garam dapur
(konsumsi), dan garam industri untuk pabrik tekstil.
Sementara jenis pupuknya, yakni organik tipe KCL
(Kalium clorida), fungsinya meningkatkan unsur hara Kalium di dalam tanah
budidaya.
Kemampuan produksi kedua pabriknya, Samin
mengaku, dalam setahun mampu memproduksi masing-masing 2.000 ton baik garam
maupun pupuk organik dengan penghasilan bersih minimal mencapai Rp 400 juta per
tahun.
Menimba Ilmu Dari Pabrik Garam
Sanim menceritakan, pada awalnya ketika masih
sebagai tukang becak, ia sering mangkal di perapatan Jalan Cirebon. Di
tempatnya mangkal, berdiri sebuah pabrik garam yang cukup besar.
Sanim pun tertarik untuk melamar kerja di pabrik
tersebut, dengan harapan nasibnya bisa lebih baik. Beruntung, Ia diterima bekerja
di situ.
Setelah dua bulan bekerja, Sanim pun berpikir,
di daerahnya kan punya potensi garam, lalu kenapa dia tidak bisa membuat garam
sendiri.
Akhirnya, Sanim berhenti kerja dari pabrik garam
tersebut. Di situlah Ia mulai berpikir, usaha garam ternyata mampu mengeruk
keuntungan yang lebih besar dari buruh pabrik apalagi tukang becak.
Baginya, garam bukan hanya sebagai bumbu
penyedap makanan, melainkan juga dibutuhkan untuk keperluan industri,
pertanian, dan perikanan. Ternyata, tidak sia-sia pernah bekerja di pabrik
garam. Jadi bisa dikatakan cuma nimba ilmu di pabrik tersebut.
Ilmu yang diperolehnya, ialah cara membuat garam
krosok. Samin pun menggarap empang peninggalan orang tuanya yang berada di
belakang rumah Sanim untuk mencoba membuat garam.
Lama-lama usahanya berkembang, sampai yang
awalnya usaha di halaman belakang rumah, lalu berkembang dan bisa membeli tanah
untuk tempat produksi yang lebih luas lagi, dan Sanim pun mampu mengantarkan
keempat anaknya meraih gelar sarjana.
Petani garam umumnya memanfatkan empang atau
kolam di dekat pantai. Caranya, dengan mengumpulkan air laut ke dalam empang.
Lalu, dengan bantuan sinar matahari, air laut yang terkumpul tersebut akan
menguap dan menghasilkan kristal-kristal bersenyawa Natrium klorida (NaCl).
Kristal NaCL itu dikumpulkan oleh petani, lalu
dibersihkan berulang kali dari kotoran yang melekat hingga menjadi butiran
halus dan kecil namun non-yodium.
Itu dulu, kini selain memproduksi sendiri garam
krosok, Ia juga membelinya dari petani garam di sekitar Cirebon. Dengan kisaran
harga beli sekitar Rp 400 per kilo gram.
Harga belinya murah disebabkan garam yang
diterima masih sangat kotor dan berwarna hitam. Kemudian Ia cuci kembali dengan
alat seadanya.
Akhirnya, Ia memutuskan untuk membeli alat pencuci
khusus garam krosok seharga Rp 20 jutaan. Lebih efisien dan garam krosok bisa
dibersihkan dengan cepat. Ia pun menjual garam itu ke industri, pertanian, dan
perikanan. Di beberapa iklan promosi yang beredar di internet, harga jual garam
krosok bersih bisa mencapai Rp 810.
Peralatan produksi garamnya pun masih
menggunakan mesin tradisional. Menurutnya, ini warisan budaya setempat. Lagi
pula. Ia menganggap, mesin tradisional lebih tahan lama dan tidak menimbulkan
bising ketimbang mesin modern berbahan besi.
Mesin tradisional ini lah yang digunakan sanim,
mengolah garam krosoknya menjadi garam beryodium dan bisa dikonsumsi oleh
masyarakat.
Memanfaatkan KUR
Lambat laun, Sanim pun mulai
berpikir untuk mengembangkan usaha lebih besar lagi dari yang Ia jalani
sekarang. Pada 2010, ia memutuskan, menggunakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat
(KUR) yang disediakan perbankan BUMD Jawa Barat, yakni Bank BJB (Bank Jabar
Banten).
Sebelumnya, Ia hanya memanfaatkan jasa bilyet
giro Bank BJB untuk bertransaksi dengan pembeli luar kota. "Kita pernah
mengajukan utang pinjaman ke Bank BCA, tapi waktu itu ditolak. Setelah itu
akhirnya kita ke bank BJB. setelah diproses dan melihat prospek perkembangan
usaha kita, akhirnya kita dapat dana," katanya bercerita saat kesulitan memperoleh
dana usaha.
Untuk menghasilkan 2.000 ton garam, paling tidak
Sanim harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 1 miliar. Untuk itu, Ia
sangat membutuhkan suntikan dana bank untuk memperlancar arus produksinya. Ia
mengaku, tidak pernah mengalami kredit macet selama meminjam ke bank.
Bank BJB memberikan akses kemudahan bagi para
pengusaha mikro melalui jalur KUR. Salah satu langkah BJB, ialah meluncurkan
suatu program bernama 'Warung BJB'. Warung tersebut semacam bank keliling
khusus untuk menyalurkan pembiayaan usaha mikro.
Kini, 430 Warung BJB tersebar di pasar-pasar
tradional di beberapa wilayah Jawa Barat dan Banten. Khusus kredit (KUR) masih
fokus di Jawa barat dan Banten. Ini karena untuk menyalurkan kredit, pihak Bank
harus tahu dulu customernya.
Biasanya, pengusaha mikro yang datang ke BJB
untuk mengajukan KUR, didiskusikan terlebih dahulu, bank pun bisa langsung
mencairkan dananya. Asalkan pengusaha punya tempat usaha tetap.
Bank BJB memberi dana mulai paling kecil yankni
Rp 2 juta hingga yang paling besar sampai Rp 50 juta. Begitu tumbuh, lalu akan
dinaikan kembali levelnya sampai RP 100 juta. lalu begitu tumbuh lagi, dinaikan
kembali level pinjamannya.
Rhenald Kasali Tentang Sanim
Guru Besar FEUI sekaligus
penggiat Rumah Perubahan kewirausahaan Rhenald Kasali mengatakan, banyak sekali
orang yang menjadi tukang becak selama 20 tahun dan bahkan hingga akhir
hayatnya.
"Tapi Pak Sanim berubah, justru Pak Sanim
melihat dirinya ada potensi. Dan sekarang Pak Salim menjadi pengusaha besar di
bidang garam. Ketika sebagian besar orang justru ingin impor garam. Pak Sanim
berkutat untuk menyelamatkan garam Indonesia.
Rhenald menyebut Sanim dan pengusaha mikro
sejenis adalah para "Pengusaha kracking". Para pengusaha yang awalnya
bukan dari kalangan keluarga pengusaha, namun mereka nekat keluar dari
kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Baca Juga : Kisah Pak Tahir: Dulu Miskin, Sekarang Kaya Raya, dan Jadi Orang Dermawan di Tingkat Dunia
Source :
duniakisahnyata.blogspot.co.id
Share Artikel :
Post a Comment